PT KL merupakan perusahaan pengembang properti, mengajukan banding atas koreksi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Masa Pajak Desember 2021 sebesar Rp98.802.709,00. Koreksi tersebut timbul karena DJP menemukan adanya selisih pada akun bonus karyawan yang dianggap belum sepenuhnya dipotong dan dilaporkan sebagai objek PPh 21. Berdasarkan hasil pemeriksaan, DJP menilai terdapat bonus sebesar Rp104.936.961,00 yang masih menjadi objek PPh 21 namun tidak diperhitungkan oleh PT KL.
PT KL berpendapat bahwa bonus dimaksud belum menjadi penghasilan yang terutang pada 2021 karena masih bersifat pencadangan (akrual). Bonus tersebut baru benar-benar dibayarkan dan dinikmati oleh karyawan pada Februari 2022, dan saat itu juga dilakukan pemotongan serta pelaporan PPh Pasal 21. Wajib Pajak mengacu pada Pasal 15 ayat (1) PP 94 Tahun 2010, yang mengatur bahwa pemotongan pajak dilakukan pada akhir bulan terjadinya pembayaran atau saat terutang penghasilan, bukan pada saat pencadangan akrual.
Sementara itu, DJP berpegang pada hasil rekonsiliasi objek PPh 21 antara laporan keuangan dan SPT Masa PPh 21, dan menyatakan bahwa nilai bonus tersebut tetap harus diakui sebagai objek pajak tahun 2021 karena tercatat dalam akun biaya gaji dan upah dalam tahun tersebut.
Dalam pemeriksaannya, Majelis Hakim Pengadilan Pajak mempertimbangkan bahwa bonus karyawan yang masih bersifat akrual dan baru dibayarkan pada tahun berikutnya tidak dapat dianggap sebagai penghasilan yang telah diterima atau diperoleh karyawan pada tahun 2021. Dengan demikian, tidak ada kewajiban pemotongan PPh 21 pada saat pencadangan tersebut. Majelis akhirnya mengabulkan permohonan banding PT KL dan menyatakan bahwa koreksi DJP sebesar Rp98.802.709,00 tidak berdasar, karena pembayaran aktual baru terjadi di Februari 2022 dan sudah dikenai pemotongan PPh 21 pada saat yang semestinya.
Putusan ini menegaskan penerapan asas matching dan prinsip realisasi penghasilan dalam konteks PPh 21, bahwa kewajiban pemotongan baru timbul pada saat penghasilan benar-benar diterima oleh karyawan, bukan saat hanya diakui secara akuntansi.
Analisa Komprehensif dan Putusan Pengadilan Pajak atas Sengketa Ini Tersedia di sini